Notification

×

Iklan

Iklan

Tak Sadar dan Tak Jera: Ulah Kepin, Napi Asal Mentok yang Kembali Cederai Nama Baik Ormas di Babel

Sabtu, 11 Oktober 2025 | 15.17 WIB | 0 Views Last Updated 2025-10-11T08:26:14Z

                  Gambar ilustrasi tahanan

Bangka Barat, Bernus.co -  Alih-alih menunjukkan penyesalan dan introspeksi diri, seorang narapidana asal Kota Mentok, Kabupaten Bangka Barat, berinisial Kepin, kembali menuai sorotan. Bukannya sadar dan meminta maaf atas kesalahan masa lalunya, 

ia justru dianggap meremehkan dan memandang sebelah mata salah satu organisasi masyarakat (ormas) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang aktif di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel).

Perilaku Kepin ini dinilai mencoreng semangat pembinaan yang selama ini dijalankan di lembaga pemasyarakatan. Sebab, statusnya sebagai warga binaan pemasyarakatan (WBP) seharusnya menjadi momen refleksi untuk memperbaiki diri dan menyiapkan masa depan yang lebih baik. Namun, justru muncul dugaan bahwa ia kembali berulah dan mengeluarkan pernyataan yang menyinggung pihak lain.

“Bukannya menyesali perbuatan, justru seakan menantang dan melecehkan pihak yang selama ini turut berkontribusi dalam kegiatan sosial masyarakat di Babel,” ujar salah satu tokoh masyarakat di Bangka Barat yang enggan disebutkan namanya.


Sorotan Tajam terhadap Pembinaan Narapidana

Kasus ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas pembinaan moral dan sosial di lingkungan lapas. Bila benar seorang napi masih berani melakukan tindakan provokatif atau melecehkan pihak luar, maka jelas ada yang perlu dievaluasi — baik dari sisi pembinaan maupun pengawasan komunikasi warga binaan.

Ormas dan LSM yang merasa tersinggung pun disebut tengah mempertimbangkan langkah hukum atau klarifikasi resmi, untuk menjaga marwah lembaganya. “Kami tidak akan tinggal diam bila nama baik organisasi kami dilecehkan oleh siapapun, apalagi oleh seseorang yang sedang menjalani hukuman,” tegas salah satu perwakilan ormas tersebut.


Publik Menanti Sikap Tegas

Publik kini menunggu langkah dari pihak berwenang — baik dari lembaga pemasyarakatan maupun aparat penegak hukum — untuk memastikan bahwa perilaku seperti ini tidak dibiarkan berlarut-larut. Narapidana yang tengah menjalani masa hukuman seharusnya fokus pada pembinaan diri, bukan menebar kontroversi atau menyulut konflik di luar tembok penjara.

“Setiap orang bisa salah, tapi tidak semua bisa belajar dari kesalahan. Kalau masih saja berulah, berarti belum ada efek jera,” tambah tokoh masyarakat tadi.

Kasus Kepin menjadi pengingat bahwa proses hukum tidak berhenti di vonis. Esensinya adalah perubahan perilaku. Dan ketika seseorang justru memanfaatkan statusnya untuk menyerang atau merendahkan pihak lain, maka publik berhak mempertanyakan: Apakah hukuman masih punya makna bagi mereka yang tak mengenal kata jera?. (Dev/red)

×
Berita Terbaru Update